Selasa, 22 Juli 2014

Cinta itu...


Cinta itu hanya bisa dirasakan oleh orang yang jatuh cinta dan aku yakin semua orang pasti pernah merasakannya. Karena rasa cinta adalah rasa yang memang diberikan Allah untuk semua orang. Tapi mungkin banyak orang yang mengungkapkan cinta dengan cara berbeda-beda.
Bagiku, cinta memang wajib untuk diungkapkan, tetapi apa pantas bagi seorang wanita untuk mengungkapkannya terlebih dahulu? Ya seperti yang aku tahu, gengsi seorang wanita itu sangat besar. Hanya wanita yang mempunyai keberanian yang besar, yang mampu mengungkapkannya, tapi sayangnya aku tak termasuk dalam golongan itu. Hihi
Cinta yang aku rasakan cukup membuat perasaan campur aduk tak menentu. Detak jantung yang berdegup lebih cepat dari biasanya ketika aku melihat dia. Tersenyum jika melihat lengkung senyumnya. Sedih jika melihat ada orang lain didekatnya.
Cinta mengajarkanku untuk sabar, cinta membuatku ikhlas dan cinta juga membuatku tegar. Termehek-mehek karena cinta? Bagiku itu hal yang lebay. Cinta itu sederhana, cukup mencintainya dalam diam, tetapi penuh harap. Berharap dia juga merasakan hal yang sama. Berharap memang dia pilihan terbaik yang diberikan Allah untukku. Didepannya aku malu memandangnya, tapi di depan Allah aku terang-terangan memintanya.
Bagiku sangat munafik apabila ada yang mengatakan bahwa “mencintainya pun sudah cukup”. Cinta itu tentang rasa,  orang yang mencintai tak mungkin tak berharap ada rasa yang menyambut. Jika hati terluka dengan cinta, itu adalah  hal yang wajar karena itu adalah konsekuensinya. So, jangan takut untuk mengakui “aku jatuh cinta”.
 Salam cinta dari orang yang sedang jatuh cinta ^_^

Selamat Hari Anak Nasional

Anak-anak Indonesia saat ini sungguh memprihatinkan. Anak-anak dengan gaya “High” yang bersekolah di label Sekolah Standar Internasional, sedang berlomba-lomba memiliki gadget tercanggih. Sebagian besar waktu mereka hanya dihabiskan untuk bermain dengan gadget, mampu bertahan lama hanya untuk menatap layar. Bermain di luar? Enggan rasanya mereka lakukan. Mereka lebih senang mengurung diri di balik istana ternyaman mereka.

Mereka seakan terlena dengan fasilitas yang diberikan oleh orang tua mereka. Mereka menjadi anak yang bersifat apatis, tak peduli dengan kejadian yang ada disekitar. Bermalas-malasan, ah sudah menjadi hal yang wajar. Karena biasanya ada “mba” yang selalu siap melayani mereka.

Tetapi disisi lain, masih banyak pula anak-anak yang kurang mendapat perhatian. Jalanan merupakan tempat yang biasa untuk mereka. Memetik gitar dengan bernyanyi semampu mereka demi mendapat beberapa uang receh. Bekerja keras demi sesuap nasi. Hanya sedikit dari mereka yang dapat mengenyam bangku pendidikan. Keadaan yang menuntut mereka.

Impian mereka yang selangit, perlahan mulai luntur karena keputusasaan. Bagi mereka, dapet bertahan hidup pun sudah cukup. Banyak pihak yang bertanya, dimana tanggung jawab orang tua mereka? Tapi sungguh mereka tak pernah menyesali keadaannya, mereka ikhlas menanggung beban di umur mereka yang masih belia.

Tak dapat dipungkiri, inilah realita anak Indonesia kini, sang generasi penerus bangsa, agen perubahan. Andai saja mereka bisa saling mengisi, sang kaya memiliki kerja keras yang sama seperti sang miskin, dan sang miskin memiliki kesempatan untuk hidup seperti sang kaya.

 

Template Design By:
SkinCorner